habarbalangan
Ancaman Penyalahgunaan Kekuasaan dalam RKUHAP, Pakar Hukum Beri Peringatan

Banjarmasin – Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) tengah menjadi sorotan publik dan akademisi hukum di Indonesia. Dalam sebuah Seminar Nasional, Rabu (26/2) di ULM Banjarmasin, para pakar hukum, di antaranya Prof. Dr. H. Muhammad Hadin Muhjad, S.H., M.Hum, Dr. Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H., dan Dr. Septa Candra, S.H., M.H., mengupas berbagai tantangan serta potensi ancaman yang dapat muncul apabila prinsip-prinsip fundamental dalam sistem peradilan pidana tidak dijaga.
Prof. Hadin, Guru Besar Fakultas Hukum ULM, menyoroti bahwa banyaknya versi RKUHAP yang beredar belum mempertimbangkan aspek aksesibilitas. Masyarakat kurang mampu atau yang minim pengetahuan hukum berpotensi mengalami kesulitan dalam mendapatkan keadilan, terutama dalam kasus yang melibatkan jaksa.
Sementara itu, Dr. Febby Mutiara Nelson menekankan bahwa RKUHAP merupakan momentum penting untuk memperbaiki koordinasi antara penyidik dan penuntut umum. Ia menyebut lima tantangan utama dalam implementasinya, yaitu pertanggungjawaban pidana korporasi, putusan pengampunan oleh hakim (judicial pardon), prosedur gugurnya kewenangan penuntutan, hukum acara untuk tindak pidana adat, serta penambahan upaya paksa.
“Kita berharap RKUHAP mampu memperjelas format koordinasi yang efektif dan adil, serta menghindari sentralisasi kewenangan yang dapat membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan,” ujar Dr. Febby.
Dr. Septa Candra dalam pemaparannya menyoroti asas Dominus Litis dalam RKUHAP yang menurutnya harus dikritisi secara mendalam. Ia menjelaskan bahwa asas ini, jika diterapkan secara tidak hati-hati, dapat bertentangan dengan prinsip diferensiasi fungsional yang menjadi pijakan sistem hukum pidana Indonesia.
“Penyidik dan penuntut umum memiliki fungsi yang berbeda namun saling terkait. Memberikan kewenangan penyidikan kepada penuntut umum bukan hanya melanggar prinsip diferensiasi fungsional, tetapi juga menghapus pengawasan horizontal antar lembaga,” tegas Dr. Septa.
Ia memperingatkan bahwa konsentrasi kekuasaan dalam satu institusi dapat membuka celah bagi kriminalisasi hukum dan rekayasa kasus, yang pada akhirnya menggerus prinsip keadilan substantif.
Para pakar sepakat bahwa reformasi hukum acara pidana harus berfokus pada penguatan koordinasi horizontal antar-lembaga penegak hukum, bukan sentralisasi kewenangan. Mereka menegaskan bahwa RKUHAP harus mampu menyeimbangkan keadilan prosedural dan substantif demi menjaga hak asasi manusia.
Diskusi ini menegaskan bahwa pembahasan mendalam mengenai RKUHAP sangat krusial agar reformasi hukum pidana yang diusulkan benar-benar berpihak pada keadilan. Reformasi ini seharusnya tidak sekadar memperluas kewenangan satu institusi tanpa pengawasan yang memadai.
-
habarbalangan1 bulan ago
Perjuangan Relawan GBM: Menembus Hujan dan Jurang Demi Pendidikan di Pedalaman Balangan
-
HABAR ATR/BPN3 bulan ago
Kanwil BPN Provinsi Banten Gelar Pameran Inovasi Layanan Pertanahan, Tunjukkan Kemajuan Teknologi dan Pelayanan
-
habarbalangan1 bulan ago
Dominus Litis dalam RKUHAP: Harus Menjadi Sinergi Polri dan Kejaksaan untuk Keadilan
-
HABAR ATR/BPN3 minggu ago
Tren Nilai Kinerja Kantor Pertanahan Kabupaten Balangan Melesat
-
HABAR ATR/BPN3 minggu ago
Publikasi Perkembangan Nilai IKPA Kantor Pertanahan Kabupaten Balangan, Menunjukkan Tren Positif
-
habarbalangan2 bulan ago
Ajak Menteri Transmigrasi Sukseskan Kebijakan Satu Peta, Menteri Nusron Ingin Tuntaskan Masalah Batas Tanah
-
habarbalangan2 bulan ago
Ini Trayek dan Jadwal Angkutan Gratis SANGGAM
-
HABAR ATR/BPN2 bulan ago
Tegaskan Kepastian Hukum Tanah Warga Negara, Menko AHY dan Wamen Ossy Serahkan Setipikat Tanah untuk Warga Lebak
-
HABAR ATR/BPN2 bulan ago
Kementerian ATR/BPN Siap Tuntaskan Rekomendasi Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI
-
HABAR DPRD BALANGAN2 bulan ago
Penetapan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih 2025-2030 Resmi Diumumkan DPRD Balangan
-
habarbalangan2 bulan ago
Dukung Transformasi Digital, Ribuan Laptop Disiapkan untuk Guru di Balangan